"Kadang, yang paling jujur justru datang di tengah capek."

Pernah gak sih kamu ngerasa ada sesuatu yang gak bisa dijelasin pakai kata-kata? Buat @maliqbzr, jawabannya adalah musik. Di situlah tempat dia menyuarakan yang gak bisa terucap, meluapkan yang gak bisa ditahan, dan beristirahat ketika dunia terlalu ramai.

Kita kenalan dulu yuk! Maliq adalah seorang musisi muda yang sekarang aktif bareng band-nya, Anatis, yang terbentuk dari teman-teman kuliah di Unpad. Meski datang dari fakultas berbeda, satu hal yang nyatuin mereka adalah semangat untuk terus bermusik, dengan cara yang jujur dan organik.

Buat sebagian orang, musik mungkin cuma jadi pengisi waktu atau hiburan di tengah hari yang sibuk. Tapi buat Maliq, musik udah jadi rumah. Tempat untuk pulang, untuk istirahat, bahkan untuk jujur pada diri sendiri.

“Musik tuh gak pernah ninggalin aku,” begitu katanya, waktu ditanya soal peran musik dalam hidupnya. Dari dulu sampai sekarang, walaupun banyak hal berubah, satu yang selalu konsisten adalah rasa ingin terus terhubung dengan musik entah lewat main gitar, ngeband, atau nulis lagu sendiri.

Tapi proses kreatif itu bukan hal yang mulus-mulus aja. Maliq mengakui kalau dia cukup perfeksionis dan seringkali jadi korban dari overthinking-nya sendiri. Tantangan terbesarnya? Memulai.

Kadang, yang paling susah justru langkah awal. Tapi begitu mulai, semuanya mengalir. Bahkan saat rekaman pun, sering kali yang bikin stuck adalah keinginan untuk dapetin sound yang spesifik banget di kepala tapi gak tau harus gimana cara nge-reach sound itu. 

Lalu gimana cara dia ngadepin itu semua? Simpel: dikerjain aja. Gak perlu nunggu mood sempurna. Gak perlu nunggu sound ideal. Mulai aja dulu, dan lihat ke mana proses akan membawa.

“Go with the flow aja. Yang penting mulai. Karena kalau ditunda terus, ya gak jadi-jadi.”

Lagu Sebagai Ruang Cerita

Setiap lagu punya cerita. Maliq banyak menulis lagu dari pengalaman pribadi, seperti lagu “Tomorrow” yang ia tulis saat harus meninggalkan kota kelahirannya, atau “Doll”, tentang kesempatan yang gak bisa diambil, dan “Crawl Out”, yang bicara tentang seseorang yang masih punya tempat di hati meski udah gak ada.

Tapi ke depannya, dia juga pengen bisa nulis lagu dari observasi. Kayak band Rumahsakit yang bisa nulis lagu tentang kuntilanak, atau Nirvana yang malah nyindir fans mereka sendiri. Karena menurutnya, jadi musisi bukan cuma soal cerita pribadi, tapi juga soal kepekaan terhadap sekitar.

Maliq udah mulai merilis lagu-lagunya di Spotify. Tapi ternyata, proses rilis itu bukan tanpa tantangan mental.

“Ada rasa takut sih awalnya. Kayak aku lagi nyodorin diri ke dunia ini suaraku, ini perasaanku, tolong dengar,” katanya jujur. Apalagi lagu-lagu yang dia tulis untuk album yang sedang dikerjakan sekarang adalah lagu-lagu yang paling vulnerable dan emosional.

“Agak malu, tapi lagu-lagu itu bagus. Sayang kalau gak dibagi.”

Tapi di balik semua keraguan itu, ada rasa lega. Karena akhirnya, hal yang awalnya cuma ada di kepala dan hati, bisa berubah jadi suara. Jadi karya.

Kalau kamu penasaran, kamu bisa dengerin musik Maliq di Spotify, dan pantengin juga Instagram @maliqbzr kabar terbaru soal rencana manggung ke depannya. Siapa tahu, bisa denger langsung versi live dari lagu-lagu yang ditulis dari hati.

Dan jangan lupa kadang, proses paling indah itu dimulai bukan dari niat besar, tapi dari keberanian kecil buat bilang: “Ayo mulai.”

Written by: Mutracks Rifdah